“Ray tahu.”
Chie menangis dalam pelukanku, membuatku sejenak mengingat ayahku sendiri yang selalu berkutat dalam pertempurannya dengan idealisme yang kumiliki. Bokep Hot Karena Chie lebih memilihku. Aku juga seperti dia.Seperti Jay. aku mau keluar..”
“Di dalam, Ray..”
“Jangan!”
Chie mempererat rangkulan kaki-kakinya di pinggulku, mengangkat pinggulnya dan menekannya kuat-kuat, batang kemaluanku sekejap nyeri merasakan tekanan itu, dan tanpa bisa kutahan lagi, kepalaku terangkat dan spermaku tersembur keluar. Jay terlihat diam, matanya masih terpejam. Sibuk mendoktrin gadis-gadis tentang kenikmatan free-sex. Kaki-kaki Chie mulai melingkari pinggulku yang bergerak-gerak menekan. Sampai sekarang. “Chie, sudahlah.”
“Ray, Papa udah nggak ada.”
Kuusap belakang kepalanya, menekan tengkuknya, berusaha melegakannya. “Bisnis,” Chie mendesah. Keperawanan itu datang dari hati, bukan dari sekedar selaput dara ataupun yang biasa disebut orang-orang darah malam pengantin.”
Kunyalakan batang rokok di sudut bibirku. “Pulang dulu, ya?” ucapku, membuatnya menarik kepalanya dan meruncingkan bibirnya. Membuatku salah tingkah dengan kegelianku sendiri. Ironis. “Ray, tambah tua aja lu.”
Aku tertawa dan menghisap Marlboro di jepitan bibirku dalam-dalam, tersedak saat sesuatu menutupi mataku.“Raay! Tanpa mereka sadari. Kutunggu saat-saat kepalannya menghajarku.




















