Tidak. Bokep SMA Kulihat ia memandangku, masih dengan senyuman di bibirnya. Masih kudengar ia tertawa di belakangku. Dengan wajah memerah, kulepaskan pandanganku dari bibir kemaluannya yang merah dan basah. “Kamu…,” ucapku. “Ahkk,” erangku. Beberapa jam yang lalu aku masih melihat tawa di wajahnya, senyumnya. “Tenang,” bisiknya. Terus terang saja, aku benar-benar jengkel. “Arrrgghh.” Aku sudah gelap mata. “Baiklah,” ucapnya, “ke sini. Yang kurasakan selanjutnya adalah birahi yang memuncak. Let’s fuck.”
“Aku tak suka istilahmu.”
“Terserah. Sebentar. Waktu membawa keheningan. Aku tak punya alamat, tak punya nomor telepon yang bisa kuhubungi untuk mencapainya. Sejuta kesan yang tiada pernah lengkap diurai dengan kata-kata. Nafasnya masih terengah. “Jangan. Tanpa sadar aku mengerang saat jemarinya menempel di selangkanganku. Bagiku ini cukup rapi,” kudengar ia berkata dari belakang. Ia masih menatapku tanpa berkata apapun. Ia memandangku dengan bibir setengah terbuka. “Jangan,” bisiknya sambil tersenyum. “jangan buru-buru.” Ia benar-benar membuatku tak tahan saat ia menarik tali bra-nya yang lain.




















